Soekarno : Banyaklah Bicara dan Banyaklah Bekerja

soekarno,

Soekarno – Manusia adalah mahluk sosial yang berkomunikasi dengan bahasa. Dalam kurun waktu tertentu, interaksi sosial itu melahirkan kebudayaan dan puncaknya adalah sebuah peradaban.

Salah satu dari sekian banyak wujud peradaban itu adalah pepatah.

Anda tau apa itu pepatah?, pepatah itu adalah : kelompok kata yang  mengandung aturan berperilaku, nasihat dan prinsip hidup.

Dalam interaksi yang lebih kecil, semboyan-semboyan juga terbentuk dari bahasa.

Ada semboyan yang mengatakan “diam itu emas”, bahkan sebagian besar orang membenarkan itu. Orang lebih memilih diam untuk tidak memperburuk keadaan, atau hanya sekedar menutupi kekurangan diri.

Apakah itu salah?, tentu itu tidak salah.  Akan tetapi setiap semboyan itu memiliki ruh nya sendiri, tidak bisa pukul rata pada semua kondisi.

Mungkin pada konteks tertentu itu tepat, tapi pada konteks yang lain itu sama sekali tidak tepat.

Pendapat Soekarno

Untuk persoalan ini,  Bung Karno pernah menulisnya dalam Koran Fikiran Rakyat 1933 dengan judul :

“BUKAN JANGAN BANYAK BICARA, BEKERJALAH, TETAPI “BANYAKLAH BICARA DAN BANYAK BEKERJA”.

Seokarno menulis untuk merespon kaum nasionalis konstruktif yang mencela pergerakan Bung Karno. Mereka  mengatakan barisan Soekarno terlalu banyak bicara, sedikit bekerja.

Kelompok tersebut degan keras berkata bahwa Bung karno terlalu banyak berteriak di surat kabar, terlalu banyak gembar-gembor di podium, tapi kurang bekerja mebentuk koperasi, membentuk sekolah, membentuk badan penolong anak yatim dan seterusnya.

Soekarno menjawab dengan tegas, bagi marhaenis, sebagai kaum Nasionalis Progresif yang marhaenisme adalah teori perjuangannya, tidak sepakat dengan semboyan JANGAN BANYAK BICARA, BEKERJALAH, Mengapa?.

Dengan keadaan rakyat marhaen yang rata-tara serba kecil (petani kecil, pedagang kecil, nelayan kecil, buruh kecil, dll), baik ekomoni, pendidikan, keberanian, di tambah dengan sistem kapitalisme – imperialisme yang menindas semakin kuat, maka kesadaran rakyat harus bangkit. Keberanian dan keinsyafan politik rakyat harus bergelora, Kemauan rakyat bersatu untuk merebut kekuasaan harus terus menerus disuarakan tanpa henti.

Menurut Bung Karno, upaya mengorganisir gerakan rakyat tidak bisa hanya berfokus pada sosial ekonomi saja.

Bukan berarti Bung Karno mengatakan gerakan yang hanya berfokus pada sosial – ekonomi seperti itu tidak baik.

Akan tetapi,  dengan kenyataan bahwa yang berlaku adalah sistem yang semakin hari sekamin kuat menindas rakyat, maka, mau tidak mau, suka-tidak suka, gerakan rakyat harus dirahkan, dan dipimpin oleh gerakan politik.

Mengapa Demikian?

Karena sekuat apapun kita menyusun gerakan sosial ekonomi di atas bumi pertiwi ini, jika sistem yang berjalan masih sistem yang menindas seperti itu, maka tidak akan memberikan hasil yang kita cita-citakan.

Oleh karenanya  para marhaenis, sadarilah, dengan mengoragnisir rakyat dalam gerakan politik, maka kekuasaan memungkinkan dapat kita rebut, dan dengan kekuasaan politik itu, sistem dapat kita rubah agar adil dan memberikan kemajuan dalam bidang sosial – ekonomi.

Maka dari itu, sebagai kaum Nasionaslis Progresif, para marhaenis, dengan tetap mengerjakan gerakan sosial – ekonomi, kita harus terus membangun kesadaran rakyat. Harus terus menumbuhkan kemauan dan tekad rakyat yang kuat untuk merubah nasibnya. Bersuaralah, Berorasilah, Menulislah dengan sekencang-kencangnya dengan tujuan itu.

BANYAKLAH BICARA DAN BANYAKLAH BEKERJA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 Komentar

  1. I’ll right away snatch your rss feed as I can not to find your email subscription hyperlink or newsletter service.
    Do you have any? Please allow me know so that I could subscribe.

    Thanks.